Maleo senkawor (Macrocephalon maleo) merupakan burung endemik Sulawesi. Oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN), Maleo dimasukkan dalam kategori terancam punah.
Dulunya, maleo dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Pulau Sulawesi. Namun, saat ini maleo hanya bisa ditemui di beberapa wilayah saja.
Salah satu daerah yang masih bisa dijumpai maleo bertelur adalah di nesting ground (tempat bertelur) Libuun, Desa Taima, Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Lokasi untuk bertelur ini sejak 2006 dimonitor oleh lembaga nirlaba, Alliance for Tompotika Conservation (AlTO).
Tim dari AlTO secara bahu-membahu dengan orang desa mengawasi tempat bertelur dan memastikan bahwa burung maleo dewasa bisa bertelur tanpa gangguan dan telur-telurnya tetap aman dari pengambilan serta anak maleo bisa menetas secara alami tanpa campur tangan manusia.
Burung maleo mempunyai kisah hidup yang sangat unik. Burung maleo dewasa berpasangan sehidup semati dan utamanya hidup di dalam hutan asli Sulawesi. Namun, waktu si betina sudah siap untuk bertelur, pasangan maleo itu berjalan kaki berkilo-kilometer ke tempat bertelur komunal, yang biasanya terletak di pesisir pantai, atau di dekat mata air panas di dalam hutan.
Di sana, pasangan maleo itu menggali lubang yang besar di dalam pasir atau tanah selama berjam-jam. Di dalam lubang tersebut, burung maleo betina itu menelurkan satu butir telur yang sangat besar. Hanya satu! badan burung maleo seukuran ayam, sedangkan telur maleo besarnya enam kali lipat telur ayam.
Kalau sudah bertelur di dalam lubang, pasangan maleo itu menguruk telur tersebut dengan pasir dengan kedalaman yang mencapai satu meter. Disini kami juga menyediakan informasi seputar burung lengkap dengan suara burung yang berupa mp3 suara burung kemudian aneka jenis burung paling populer se Indonesia dan harga burung pasaran yang beredar saat ini.
Kemudian, mereka pulang lagi ke hutan, sementara telur dibiarkan untuk dipanasi oleh matahari atau panas bumi. Kalau tidak diganggu, sesudah 60-80 hari, telur itu menetas di dalam pasir. Begitu menetas, anak maleo menggali selama 24-48 jam ke atas untuk mengirup udara segar di alam bebas.
Sesudah beristirahat selama beberapa menit, anak maleo langsung terbang ke arah hutan untuk hidup secara mandiri tanpa bantuan induknya.
Kini, lewat pendampingan masyarakat serta penyadaran akan pentingnya maleo tetap ada di habitatnya, populasi maleo yang sempat turun sangat dratis sebelum AlTO datang kini sudah menunjukkan peningkatan populasi yang sangat siginifikan.
Lewat beberapa program, masyarakat desa juga mulai sadar bahwa maleo sebenarnya adalah harta karun milik mereka yang terbesar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar